Jumat, 12 Desember 2008

aRtI cInTa

Iman, Cinta, dalam Rangkaian Makna Ukhuwah
Belum sempurna imanmu sebelum engkau mencintai saudaramu seperti engkaumencintai dirimu sendiri.
Kalimat itu meluncur dari bibir yang mulia Rasulullah Muhammad SAW. Kalimat yang tentu saja karena ia keluar dari seorang manusia yang ma’sum, maka takkan ada perkataan yang sia-sia.Iman, cinta, dan ukhuwah. Apabila kita mencoba mengartikannya sendiri-sendiri, apa itu iman, apa itu cinta, apa itu ukhuwah, maka barangkali kurang cukup menjelaskan korelasi antara ketiganya. Padahal, dari yang coba saya dalami, ternyata ketiganya adalah suatu mata rantai yang tak putus, ketiganya menjadi bukti satu sama lain, bukan berdiri sendiri, terpisah, atau mereduksi makna yang satu dengan yang lainnya. Yang satu menjadi bukti keberadaan yang lain, yang satu menguatkan yang lain. Singkat kata, tak ada iman tanpa cinta, sedang cinta akan mempererat ukhuwah, sedangkan ukhuwah yang sebenarnya tentu saja dilandasi oleh keimanan yang sama.Iman adalah sesuatu yang diyakini di dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan dibuktikan dengan kelakuan. Karenanya, iman yang ada di dalam hati saja tak cukup. Tak cukup kita meyakini bahwa Tuhan Yang Esa, yang menguasai kayat hidup kita, yang Mahatahu yang terbaik bagi kita, namun kita juga harus mengikrarkannya, dan yang lebih penting lagi kita harus menampakkannya dengan mengamalkan apa yang diperintahkan-Nya. Dalam tauhid, kita tak hanya mengenal apa yang disebut dengan tauhid Rububiyah, dimana kita meyakini bahwa Allah adalah Rabb kita, namun dikehendaki juga adanya tauhid uluhiyah, yang membutuhkan bukti bahwa Allah adalah satu-satu sesembahan kita dengan semua makna yang terkandung dalam di dalamnya. Maka iman adalah hati, lisan, dan kelakuan. Bukan NATO, alias No Action Talk Only, tapi ia juga talk and action.Cinta pun demikian adanya. Ia memiliki kemiripan dengan iman dalam hal pengertian bahwa ia tak hanya di dalam hati, tapi harus diucapkan, dan dibuktikan dengan perbuatan. Apalah arti cinta bila ia hanya terpendam di dalam hati bahwa kita mencintainya? Masih kita ingat bagimana Rasulullah menyuruh sahabatnya untuk memberitahukan sahabat yang lain bahwa ia mencintainya, tentu saja karena Allah.Atau contoh mudahnya adalah bagaimana seorang ibu mencintai anaknya. Dalam hatinya, sangatlah pasti ia mencintai anaknya, yang sering ia ungkapkan ketika mengantarkannya tidur di malam hari, meninabobokannya dengan kata saying, memanggilnya dengan ungkapan anakku saying, anakku cakep, putriku yang cantik, tapi cukupkah samapi di situ? Tak kurang kita mendengar cerita bagaimana susah payahnya seorang ibu bekerja siang malam bahkan sering kali mengabaikan dirinya sendiri semata-mata untuk kebaikan buak hatinya, capek dan lelah yang menimpanya bukanlah suatu derita manakala melihat buah hatinya tubuh sehat dan senyum senantiasa mengembang dari bibir belahan jiwanya. Cintanya pun takkan pernah berharap mendapat balasan yang setimbal, tak pernah ia berhitung ini itu layaknya orang berinvestasi agar kelak ia mendapat balasan kelak. Takkan pernah! Bahkan ia rela dibalas dengan perlakuan anaknya yang durhaka dengan senantiasa mendoakan kebaikan bagi anaknya. Itulah makna cinta yang setulusnya.

Tidak ada komentar: